Lima tahun belakangan industri ritel sedang dihadapkan dengan fenomena go online. Segala kegiatan termasuk jual beli sudah bisa dilakukan secara online. Tentu keuntungan besar bagi para konsumen karena membeli apapun menjadi lebih mudah. Sebaliknya ini jadi tantangan untuk perusahaan ritel dan department store karena gerai fisiknya menjadi lebih sepi sehingga diperlukan strategi untuk menanggulanginya. Pada kasus ini, Ramayana (kode emiten saham: RALS) menjadi salah satu emiten yang terngiang di kepala penulis. Nah, bagaimana saham Ramayana bisa mendapatkan perhatian penulis? Mari kita bahas.
Sekilas Perusahaan
PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (kode emiten: RALS) berawal dari sebuah toko pakaian yang didirikan di Jalan Sabang, Jakarta Pusat oleh Paulus Tumewu pada 1978. Dalam waktu 11 tahun, gerai Ramayana berkembang pesat hingga memiliki 13 toko yang sudah berekspansi untuk menjual pakaian, mainan, sepatu, tas, dan kebutuhan rumah tangga. Dalam rentang waktu 1989 hingga 1996, gerai-gerai Ramayana telah mengembangkan diri menjadi department store serta supermarket (Robinson) dan melantai ke bursa pada tahun 1996. Sejak melantai ke bursa, Ramayana juga melakukan ekspansi ke luar pulau Jawa, dimulai dari diresmikannya gerai di Bali setahun setelahnya. Saat ini sudah terdapat 117 gerai Ramayana (termasuk 37 gerai Robinson dan Cahaya) di seluruh Indonesia dan menjadi market leader di sektor menengah dan menengah ke bawah.
Transformasi Ramayana
Selain tantangan dari serbuan toko online yang disebutkan di awal artikel, perusahaan juga menyadari perubahan gaya hidup konsumen dalam beberapa tahun terakhir. Dua faktor inilah yang menginisiasi transformasi besar perusahaan sejak 2016. Ramayana membuka mall Ramayana Prime untuk menjangkau segmen kelas menengah ke atas dan sudah terdapat 9 gerai per akhir 2019. Transformasi seluruh gerai juga dilakukan untuk menyesuaikan gerai dengan konsumen dari sektor milenial dan generasi Z. Salah satunya adalah dengan menyewakan space gerai untuk beberapa tenan (Breadtalk, J.Co, Cinema XXI, dan sebagainya).
Dari sisi ekspansi go online, perusahaan juga sudah meluncurkan Ramayana Online Store serta membuka official store di Tokopedia, Shopee, dan Lazada. Upaya promosi yang gencar juga dilakukan perusahaan terlihat dari channel Youtubenya (salah satu alasan penulis teringat akan emiten ini). Sejak dibuat tahun 2015, channel Youtube Ramayana sudah mendapat 135 juta views dan 134 ribu subscribers. Jika Anda masih ingat, iklan lebaran Ramayana pada tahun 2018 lalu sempat masuk trending Youtube Indonesia dengan raihan 20 juta views dan 11 ribu komentar. Pemilihan Nagita Slavina menjadi brand ambassador dan kerjasama dengan dr. Tirta Hudi dalam promosi brand lokal merupakan langkah jitu yang diambil perusahaan dalam menggaet segmen pasarnya. Tidak hanya itu, Ramayana juga menjalankan kerjasama dengan beberapa public figure dan brand lokal (Yajugaya, Kodachi, Kamengski).
Pendapatan dan Laba Bersih
Dengan berbagai macam upaya yang dilakukan perusahaan, Ramayana masih mencetak pendapatan yang stabil sejak tahun 2016. Sayangnya, kondisi pandemi ini membuat pendapatan perusahaan pada kuartal III tahun 2020 turun hingga 57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan yang turun drastis pada kuartal II tahun 2020 lebih disebabkan banyaknya gerai yang ditutup selama pandemi COVID-19. Saat inipun masih ada 13 gerai yang ditutup. Bisa dibilang Ramayana sangat terdampak dari pandemi ini.
Hingga kuartal III tahun 2020 ini perusahaan mencatatkan kerugian bersih 95 miliar Rupiah. Kondisi ini sebenarnya masih lebih baik dari beberapa kompetitornya yang merugi (pada periode yang sama Matahari (kode emiten LPPF) merugi 618 miliar Rupiah). Namun dampak dari transformasi perusahaan sangat tercermin pada laba bersih perusahaan dalam 5 tahun terakhir. Lonjakan laba bersih terbesar terjadi pada tahun 2018. Pada tahun 2018 perusahaan membukukan laba bersih 587 miliar Rupiah, naik 44% dibandingkan tahun sebelumnya. Laba bersih perusahaan pun masih meningkat pada tahun lalu.
Saat ini perusahaan masih berusaha menggenjot penjualan online dan penjualan dari sektor kebutuhan rumah tangga. Perlu diketahui bahwa pendapatan dari penjualan online Ramayana sebenarnya masih terbilang kecil (hanya 2% dari total pendapatan pada tahun 2019). Pembukaan gerai-gerai yang sebelumnya ditutup sementara juga menjadi fokus perusahaan saat ini untuk menambahkan pundi-pundi pendapatannya.
Neraca Keuangan Perusahaan
Neraca keuangan perusahaanpun bisa dibilang sangat baik. Per akhir tahun 2019 Ramayana membukukan nilai aset sebesar 5,85 triliun Rupiah. Secara komposisi aset, perusahaan juga memiliki kondisi keuangan yang sehat terlihat dari rasio DER sebesar 0,4x. Ramayana juga tidak memiliki masalah yang serius dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Ini terlihat dari Current Ratio dan Quick Ratio masing-masing sebesar 3,54x dan 2,84x.
Jika Anda cermati laporan keuangan RALS, Anda bisa melihat bahwa Ramayana tidak memiliki hutang bank sehingga Ramayana tidak terbebani beban bunga. Ramayana juga tergolong perusahaan yang cash rich dengan total kas 2,2 triliun Rupiah per akhir 2019. Ini berarti hampir 40% dari aset Ramayana adalah kas!
Valuasi Saham RALS
Selain channel Youtube Ramayana, penulis juga tertarik pada valuasi saham RALS saat ini. Saat ini harga saham RALS berada pada 575 Rupiah per lembar saham. Ini berarti saham RALS dihargai pada PBV 0,98 kali dengan PER yang negatif. Jika dibandingkan dengan historis harga saham RALS dalam 10 tahun terakhir yang dihargai pada PBV 2,5 – 3 kali, harga saat ini sangat menggiurkan. Bahkan harga saham RALS sempat menyentuh 434 Rupiah per lembar saham pada April lalu (harga terendahnya dalam 10 tahun terakhir).
Harga pada periode sebelumnya bisa dibilang premium namun itu tentunya sangat beralasan. Selain memiliki competitive advantage pada segmen menengah kebawah dan bawah, harga ini sebenarnya juga tercermin dari kinerja fundamentalnya yang bagus. Nilai tambah lagi untuk saham RALS adalah Ramayana rajin memberikan dividen setiap tahunnya, bahkan dalam kondisi pandemi seperti ini. Sebagai info, perusahaan baru saja membagikan dividen di akhir Agustus lalu.
Kesimpulan
Ramayana memiliki semua yang didambakan para investor fundamental: bisnis perusahaan yang sederhana, memiliki competitive advantage sebagai market leader di bidangnya, fundamental yang ciamik ditandai dari utangnya yang rendah, serta manajemen yang adaptif terhadap jaman. Belum lagi sang pemilik sekaligus perusahaan (Paulus Tumewu) masih terjun langsung sebagai Komisaris Utama.
Dengan fokus perusahaan saat ini untuk membuka beberapa gerainya yang sebelumnya ditutup sementara akibat himbauan terkait pandemi COVID-19 diharapkan dapat menambah pendapatan perusahaan. Langkah untuk menggenjot penjualan online juga merupakan langkah yang baik pada kondisi seperti ini.
Sebagai dampak dari turunnya pendapatan dan laba bersih perusahaan pada Q3 tahun 2020 ini menyebabkan harga saham RALS turun hingga di posisi 575 Rupiah per lembar saham dengan PBV 0,98x. Kondisi ini cukup langka mengingat Ramayana sejak beberapa tahun lalu diahrgai dengan harga premium. Memang perlu dipertimbangkan mengingat perusahaan mengalami kerugian pada periode ini. Dan tentunya harga saham Ramayana berpeluang besar untuk melonjak kembali mengikuti pulihnya Indonesia dari pandemi. Namun apakah ini saat yang tepat untuk membeli sahamnya? Jawabannya penulis kembalikan ke Anda.
Catatan penulis: Penulis sangat menyarankan Anda yang baru berkecimpung di bursa saham untuk membaca laporan keuangan RALS karena laporan keuangannya termasuk sederhana dan “bersih” sehingga lebih mudah untuk dipelajari.
Sumber :
Laporan Keuangan RALS Kuartal III Tahun 2020
Laporan Tahunan RALS Tahun 2019
Materi Public Expose RALS 2020